Cartoon Conservative. Kartun ? pertama kali mendengar istilah itu, sebagian besar lalu menghubung-hubungkan istilah tersebut dengan sesuatu abstrak yang berjuluk Humor.
Baru-baru ini ada diskusi membahas kartun, muncul rasa penasaran, bagaimana sebenarnya proses pencernaan terhadap gambar kartun itu berlangsung, yang tentu saja terjadi di otak.
Menurut beberapa versi dalam bidang biologi, istilah Humor ini adalah nama sebuah cairan dalam tubuh. Dalam bidang medis, tubuh manusia yang rumit itu ada jenis cairan yang lalu digolongkan menjadi 4 macam. (detailnya ada di makalah dalam diskusi).
Hipotesa awal
Pada kondisi normal dan sehat, ke empat kadar cairan itu seimbang didalam tubuh. Pada saat ada input dari luar, misalnya melihat sesuatu, mendengar sesuatu, membaui sesuatu, informasi-informasi itu masuk ke otak, informasi masuk ke dalam database, lalu menjadi memori. Sel memori ini akan melayang-layang di jalur jaringan otak yang panjang, menuju pangkal jaringan. Setelah masuk pangkal jaringan, sistem di otak akan menempatkan sel memori tersebut berdasarkan kategorinya. Nah, pada akhirnya sel itu mendarat dan masuk ke dalam rak.
Kejadian berikutnya, sel itu berdampingan dengan sel-sel sejenis lainnya, dan sel itu lalu berinteraksi dengan lingkungannya. sel-sel dalam rak itu ada yang saling dukung, saling mengamini, namun ada juga yang kontra. Nah kejadian pertentangan ini, lalu mengakibatkan ketidak seimbangan cairan dalam tubuh seperti yang diceritakan di awal tulisan.
Pertentangan yang berasal dari pertempuran sel-sel memori yang berasas logika, bertempur dengan sel-sel baru yang nyeleneh tadi menyebabkan salah satu cairan melonjak, yaitu cairan berjuluk Humor. (detailnya ada di makalah dalam diskusi).
catatan : Pertentangan disini adalah dalam aspek rasio logika belaka, bukan pertentangan dalam arti makna sosial.
Orang lalu menganggap informasi (input) tadi termasuk hal-hal yang humor, karena menstimulasi cairan Humor.
Gambar kartun walaupun menyajikan hal-hal yang bertentangan dengan nalar, namun memiliki kadarnya, (tergantung wawasan pembaca, usia, kondisi emosi), hal ini lah yang menjelaskan mengapa beberapa orang hanya bereaksi tenang, tersenyum, ada yang tertawa terbahak-bahak.
berikut ini beberapa bacaan tentang Otak :
1. "Memperkaya Otak"nya Eric Jensen.
para ahli memaparkan beberapa eksperimennya, beberapa menggunakan obyek monyet.
monyet-monyet yang diperkaya otaknya, ketika di autopsi, korteks otaknya lebih tebal daripada monyet yang berkekurangan, di hampir seluruh eksperimen, hasilnya sama alias 100%. lapisan korteks yang berkembang adalah indikasi otak yang berkembang.
2. Buku otak lainnya, tidak bersinggungan langsung dengan bab kartun, namun menjadi polemik, yaitu bukunya Malcolm Galdwell "Blink", yang berpendapat bahwa intuisi menawarkan opsi yang lebih baik dalam mengambil keputusan. buku ini terbit 2005, setahun kemudian, muncul buku "Think", besutan Michael R. Le Gault, yang dalam pengantarnya, secara terang-terangan menentang pendapat di "Blink", baginya intuisi itu menjadi maksimal tentu dengan dasar pijakan wawasan, keilmuan, pengalaman . Toch, intuisi mesti dilatih juga, sehingga disini muncul pertimbangan bahwa "Pemikiran Nalar dan Kritis, membentuk sikap dan intuisi, sebaliknya Intuisi, kecerdasan emosi, bahkan filing, tentu memerlukan basic pengetahuan dan kemampuan nalar".
berikut ini beberapa bacaan tentang Otak :
1. "Memperkaya Otak"nya Eric Jensen.
para ahli memaparkan beberapa eksperimennya, beberapa menggunakan obyek monyet.
monyet-monyet yang diperkaya otaknya, ketika di autopsi, korteks otaknya lebih tebal daripada monyet yang berkekurangan, di hampir seluruh eksperimen, hasilnya sama alias 100%. lapisan korteks yang berkembang adalah indikasi otak yang berkembang.
2. Buku otak lainnya, tidak bersinggungan langsung dengan bab kartun, namun menjadi polemik, yaitu bukunya Malcolm Galdwell "Blink", yang berpendapat bahwa intuisi menawarkan opsi yang lebih baik dalam mengambil keputusan. buku ini terbit 2005, setahun kemudian, muncul buku "Think", besutan Michael R. Le Gault, yang dalam pengantarnya, secara terang-terangan menentang pendapat di "Blink", baginya intuisi itu menjadi maksimal tentu dengan dasar pijakan wawasan, keilmuan, pengalaman . Toch, intuisi mesti dilatih juga, sehingga disini muncul pertimbangan bahwa "Pemikiran Nalar dan Kritis, membentuk sikap dan intuisi, sebaliknya Intuisi, kecerdasan emosi, bahkan filing, tentu memerlukan basic pengetahuan dan kemampuan nalar".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar