Photo

Ketika saya masih semester 2 di Pascasarjana ISI Yogya, saya diberi kesempatan dari kampus untuk menemani beberapa seniman performance dari Jepang, secara khusus, mereka bertiga mengadakan Workshop di SLB 3 Jogja. Melalui kegiatan ini, saya mendapat beberapa poin penting, tentang pola pikir orang-orang Jepang ini.



=====
LIPUTAN :
Program “Harmony Dissable In Able Art” Gamelan Aid Jepang, Komitmen Revitalisasi Seni Budaya itu Pascagempa Itu Tetap Berjalan

Posted on September 17, 2010
https://psibkusd.wordpress.com/tag/anak-berkebutuhan-khusus/

Jumat, 17 September 2010 / 12.00 WIB


Gempa bumi di DIY pada 2006 lalu, membuat banyak warga masyarakat Jepang khawatir akan nasib kesenian dan kebudayaan yang ada di Yogyakarta turut rusak. Maka para pecinta kesenian dan kebudayaan Jawa di Jepang membuat komunitas serta mencari bantuan kepada donatur untuk memperbaiki kesenian dan kebudayaan yang rusak akibat gempa. Maka sejak tahun 2006 itu, muncul komunitas Gamelan Aid yang beranggotakan generasi tua dan generasi muda Jepang yang begitu mencintai gamelan Indonesia, yang bekerja mencari donatur untuk memperbaiki gamelan di Yogyakarta yang rusak akibat gempa. “Waktu itu, Pak Shin Nakamura sangat khawatir sekali karena gempa di Yogyakarta itu juga akan merusak gamelan yang ada di Yogyakarta, maka beliau membentuk komunitas Gamelan Aid dan mencari donatur yang donasinya digunakan untuk memperbaiki gamelan yang rusak akibat gempa,” cerita Shin Sakuma, anggota Gamelan Aid di Pascasarjana ISI Yogyakarta, Sabtu (31/7)

Maka dimulailah progam revitalisasi seni-budaya pascagempa Yogyakarta 2006 oleh Gamelan-Aid. Tahun pertama fokus kerja komunitas Gamelan-Aid ini adalah datang ke Yogyakarta dan memberi bantuan untuk memperbaiki gamelan yang rusak. Kini, program revitalisasi seni-budaya yang diselenggarakan Gamelan-Aid masih berjalan. Menginjak tahun ke empat ini, fokus kerja seni-budaya mereka bergeser tidak lagi pada perbaikan gamelan yang rusak akibat gempa tapi menyelenggarakan pertukaran seni budaya antara Jepang dan Indonesia. Yogyakarta (Indonesia) dan Osaka (Jepang) akhirnya mempunyai hubungan yang dekat karena dalam dua tahun terakhir terlibat dalam pertukaran seni budaya dengan saling mengunjungi daerah satu sama lain. Mengapa Osaka? Karena anggota komunitas Gamelan Aid banyak berasal dari Osaka University

Tahun ke empat, tahun 2010 ini, program kerjasama revitalisasi seni dan budaya pascagempa Yogyakarta 2006 ini kembali hadir dengan fokus kerja seni dan budaya yang tak kalah menarik baik dari sisi praktis maupun humanisnya. Melalui kegiatan kesenian yang bertema “Harmoni. Dissable In Able Art” komunitas Gamelan Aid mendekati anak-anak berkemampuan khusus untuk diajak melakukan workshop kesenian dalam rupa penciptaan musik kreatif. Secara praktis, gamelan Aid tidak melupakan misi fokus dalam kesenian dan kebudayaan. Dalam aspek humanisnya, Gamelan Aid merangkul siswa-siswi Sekolah Luar Biasa (SLB) untuk berkreasi menciptakan kesenian. Ketika gempa sudah tidak lagi persoalan maka sisi humanisme Gamelan Aid hadir dalam bentuk bekerjasama dengan anak-anak berkemampuan khusus ini. Sangat mengagumkan.

Maka sejak Senin (27/7) hingga Kamis (30/7) komunitas Gamelan Aid melakukan workshop penciptaan musik kreatif dengan siswa-siswi SLB N III Yogyakarta yang berada di Jalan Wates.Di tempat ini, mereka berinteraksi dengan anak-anak tuna rungu, tuna grahita dan anak down syndrome menciptakan musik. Shin Sakuma, dalam pembukaan pameran seni rupa Harmony Dissable In Able Art, Sabtu (31/7) malam di Auditorium Pascasarjana ISI Yogyakarta mengatakan anak-anak yang berkemampuan khusus yang diajak workshop oleh Gamelan Aid memang mempunyai kekurangan dalam tubuh mereka, namun anak-anak ini sangat tajam dalam mengekspresikan rasa seni mereka.

Kegiatan sebenarnya mempunyai keterkaitan yang besar dengan anak-anak berkemampuan khusus seperti itu (siswa SLB) yang walaupun mempunyai kesulitan mendengar, berkomunikasi dengan bahasa tapi mempunyai kemapanan berekspresi yang media masing-masing,” kata pria jepang yang lancar berbahasa Indonesia ini. “Besok (Minggu) kita bisa menyaksikan beberapa kelompok siswa-siswa SLB melakukan pertunjukan musik yang sangat alternatif dan berbeda,” kata Shin Sakuma menerangkan tentang pelaksanaan Festival Musik Kreatif Anak yang akan dilakukan oleh siswa-siswi SLB NIII Yogyakarta pada Minggu (1/8) ini.

Sebagai pihak yang diajak bekerjasama oleh Gamelan Aid, tentu saja Pascasarjana ISI Yogyakarta menyambut positif dan antusias. Tidak hanya dengan kata-kata yang diplomatis saja namun Pascasarjana ISI Yogyakarta memberikan tempat pementasan. Pembantu Rektor I ISI Yogyakarta Prof. Drs Hermin Kusumaryanti mengucapkan rasa terima kasihnya dan memberikan apresiasi yang sebesar-besarnya atas kerja-kerja seni yang dilakukan komunitas Gamelan Aid. “ISI Yogyakarta memberikan apresiasi setinggi-tingginya (kepada Gamelan Aid) yang terlibat untuk bekerjasama dengan anak-anak berkebuthan khusus. Seringkali anak-anak berkebutuhan khusus dilalaikan padahal anak-anak dengan kemampuan khusus ini juga mampu berekspresi dalam bidang seni.

“Semoga terus berkelanjutan. Terima kasih atas kegiatan yang sangat bermakna dan sangat manusiawi ini,” kata Hermin Kusumaryanti. Selain melakukan workshop penciptaan seni musik dengan anak-anak berkemampuan khusus, seniman-seniman yang tergabung dalam Gamelan Aid juga melakukan pameran seni rupa dalam bentuk pertunjukan seni (performing art). Seniman-seniman dari Jepang ini hadir di Yogyakarta dengan langsung dipimpin (yang kehadiran ketua Gamelan Aid Shin Nakamura. Selain Shin Sakuma, juga ada Ikegami Sumiko, Kawamoto Akinori dan Inukai Miyaki dan beberapa staf Gamelan Aid.

Dalama performing art yang dipentaskan, seniman-seniman Jepang yang sudah mempunyai pengalama internasional ini berkolaborasi dengan seniman-seniman dari Yogyakarta seperti Hendra Himawan, Romy Setiawan, Nurul Hayat (Acil), Theresia Agustina Sitompul, Dedy Sufriadi dan Septa Miyosa.

Shin Sakamura pada performing art di Sabtu(31/7) malam itu menghadirkan seni tari kontemporer ciptaannya sendiri yang secara spontan merespon performance art yang sudah dilakukan dua temannya diawal. Dua teman Shin Sakuma itu adalah Inukai Miyaki yang menghadirkan performance dan instalasi berjudul “Inhale dan Exhale”, kemudian Ikegami Sumiko juga dengan penampilan performance dan instalasi berjudul “Connected and Opens”. Shin Sakamura dan Ikegami Sumiko dibantu dengan alunan musik tiup khas Jepang “Etenraku”yang dimainkan Kawamoto Akinori.

Sumber : The Real Jogja.com

=====


Tahun 2008, saya diundang untuk mengikuti acara Konferensi BioEthics Asian, di UIN Suka. Diikuti sekitar 120an delegasi peneliti bioethics. Mereka membahas larangan kloning, dan etika-etika eksperimen, seperti penggunaan binatang untuk percobaan. 

Pameran tugas akhir saya, sebagai studi pamungkas di Pasca ISI Yogya.
tema "Pameran Biografi Cergamis Indonesia" 
saat itu, beberapa turis asing datang berkunjung ke ruang galeri.



Suasana produksi gambar :



temen-temen :

Tidak ada komentar: