Minggu, 17 Maret 2013

Kartun dan Bahasa Verbal

Cartoon Conservative. Kartun, sebagian besar menganggapnya mesti mempunyai beberapa pra-syarat, terutama faktor lucu atawa humor. Humor, bisa diciptakan dalam bentuk citra visual (Kartun), juga dalam bentuk citra verbal (tampilan cerita dengan penyusunan kata).
Dibawah ini adalah sebuah contoh cerita yang kartunal, mirip kronologi dalam kartun strip, yaitu jebakan pada baris terakhir. Suatu ending yang tak terduga, membelakangi harapan pembaca.

Mati Ketawa A La Kelana
"Hallo!" suara serak di sebarang sana
"Hallo" jawab Opik
"Bapak penjaga bioskop"
"Ya, betul! Ada apa mas?"
" Pintu bioskopnya bisa dibuka sekarang gak pak?"
"Gak bisa dong mas, ini kan baru jam enam pagi"
"Aduh kenapa gak bisa? Kalau begitu buka jam 8 an ya pak"
"Gak bisa dong, bioskop mainnya kan mulai jam 1 nanti"
"Aduh...saya nawar deh pak, gimana kalau jam 10 an?"
"Aneh si mas ini, karyawan bioskop blum ada yg datang, baru saya sendiri"
" Please deh pak. buka jama 11 aja ya pak"
"Hei kok anda ngotot begitu....gak bisa! memangnya anda mau nonton film apa?"
"Saya terkunci di dalam bioskop pak sejak tadi malem"
"%$%^%@+()0*&*&)()*^$"

(Lan Kelana)

Sahut-sahutan dialog diatas disusun sedemikian rupa sehingga memberi pembaca sebuah persepsi, makin kebawah, dialog makin menjadi kritis, makin sengit. Ketika dialog berada pada baris kedua dari ending, pembaca diajak untuk memahami perseteruan kedua tokoh.

Baris terakhir, nyata-nyata memberikan informasi yang sebenarnya, bahwa tokoh itu berada didalam, bukan diluar bioskop. 

Yang menarik adalah, mengapa dialog tersebut menjadi lucu ? barangkali dialog-dialog awal memberi pembaca suatu persepsi umum, bahwa orang menghubungi penjaga bioskop, untuk MASUK, bukan untuk KELUAR. Padahal kalau mau menghitung, bukankah orang yang masuk dan yang keluar gedung adalah sama banyaknya. Mengapa orang yang keluar gedung tidak pernah mendapat perhatian dibanding orang yang masuk. Hal ini menjadi joke seorang stand up comedy (Akbar), .."mengapa saat masuk Mall, tas kita diperiksa dengan alat deeksi bom, sedangkan ketika keluar Mall, tas kita tidak dideteksi lagi"... lhoh, kejadian ini memberi persepsi masyarakat bahwa, "silakan saja membawa Bom keluar, asal tidak membawanya masuk sini". Persepsi yang rentan dibolak-balik inilah yang bisa menjadi ladang bagi penyusun cerita humor. 

Artikel ini hanya untuk pembuka diskusi saja. silakan masukan melalui email ke septa_miyosa@yahoo.com.


Tidak ada komentar: