Rabu, 08 Agustus 2012

Tipografi Judul Komik Kehilangan Rohnya



Cartoon Conservative - Komik, adalah media dengan berbagai kepentingan, seperti kepentingan berkomunikasi dan kepentingan berekspresi. Sebagai media berekspresi, komik mempunyai potensi untuk dikembangkan menurut selera senimannya (komikusnya).
Selera atau taste of art pada komikus ini, bisa bergantung kepada pencapaian teknik yang dikuasai, serta dipengaruhi teknologi (mulai teknologi grafika hingga multimedia).


Komik, mempunyai nilai artistik yang tinggi, ketika komik tersebut dikerjakan dengan craftmanship (keahlian/keteknikan) yang tinggi. Di dalam komik , terdapat beberapa unsur yang saling melengkapi, yaitu teknik bercerita (linguistik), teknik menggambar (visualisasi), teknik penyajian (kombinasi antara teks dan gambar). 

Suatu pepatah " Jangan Menilai Buku, dari Covernya", nampaknya menjadi kurang relevan dalam kasus komik ini, karena cover dan isi, keduanya sama-sama menampilkan hal yang sama, yaitu teks dan gambar. hal ini berbeda dengan buku biasa, yang berisi full teks, sedangkan cover cukup bertujuan agar menarik perhatian pembaca untuk meraihnya.

Bagi komikus, peluang berekspresi tidak hanya disalurkan pada gaya menggambar atau gaya bercerita dibagian isi, namun juga menggarap bagian covernya. Bagi sebagian komikus, menggarap cover adalah saat-saat yang paling menentukan, karena dibagian ini, komikus berusaha menampilkan citra terbaiknya, menampilkan adegan paling menakjubkan yang mewakili keseluruhan cerita di bagian isi.

Pada era 60an,  perkembangan teknologi grafika sudah bisa menghasilkan sistem cetak 4 warna, (fullcolour) sehingga komik pada masa itu sudah bisa menampilkan cover berwarna.

Walaupun teknik cetak berwarna sudah maju, namun teknologi komputer desain grafis masih sebatas pengaturan lay out secara sederhana dengan variasi huruf yang sedikit.
keterbatasan inilah yang membuat gairah komikus untuk menampilkan berbagai macam huruf yang dicapai dengan teknik drawing, secara manual dilukis di kertas/kanvas. hal inilah yang kelak dikenal sebagai ilmu Tipografi.

Font-font yang diciptakan para komikus pada masa itu, menjadi begitu orisinil, dan mencerminkan semangat cerita komik didalamnya. Komikus sudah bisa menemukan "roh"nya pada aspek tipografi. misalnya, gaya huruf pada komik horor, tentu berbeda dengan gaya huruf komik roman.

Jika dilihat di era sekarang, gaya pencitraan cover yang full drawing tersebut bisa menjadi semacam ideologi komik-komik lawas, dalam arti, bila saat ini, ada komik yang menampilkan tipografi yang diciptakan melalui proses lukis tangan, bisa membangkitkan imaji tentang kenangan komik masa lalu.

Fenomena tipografi hasil proses manual ini juga kentara terlihat pada Poster-poster film dan baliho reklame. begitu ekspresif dan begitu yakin dalam mengeksplorasi komposisi teks dengan gambarnya.

Pada era 60an hingga tahun 80an, teknologi komputer tentu saja mulai berkembang dengan program-program grafis yang mulai bervariasi. Namun, hal ini berhasil dimanfaatkan oleh para komikus untuk tetap konsisten dalam mencitrakan tipografi ciri khasnya. hasilnya adalah, komposisi warna yang semakin teratur, tata letak yang semakin efektif, namun bentuk huruf masihlah orisinil karena komikus menciptakannya sendiri, tidak mengambil dari katalog font.

Menurut amatan kami, beberapa komik yang diproduksi pada masa kini, kurang memperhatikan ideologi tipografi komik, kami menyebutnya sebagai "kehilangan roh".

sebagai contoh, sebuah komik silat dengan cover yang menampilkan adegan tarung yang heboh, emosi pembaca mulai bangkit, namun ketika pembaca melihat judulnya, emosinya kembali pada posisi standar, hal ini karena judul pada komik tersebut menggunakan font yang standar saja, apalagi jika di koleksi font di komputer hanya berisi font-font baku macam Times New Roman atau Arial.

Tulisan ini, diposisikan sebagai saran saja bagi desainer cover komik, supaya juga memahami substansi komik yang sedang dia garap covernya. Pemilihan jenis font dapat mempertimbangkan beberapa aspek komik tersebut, misalnya genre komik, target usia pembaca, luas area bidang cover, komposisi ilustrasi cover, serta satu hal yang menantang adalah keberhasilan desainer dalam menyatukan tipografi dengan semangat citra komik tersebut, sehingga menjadi satu kesatuan (unity). sebagai contoh, tipografi komik Gundala, selalu menampilkan citra petir dalam setiap seri judul-judulnya. 

Komik Si Buta periode pertama, Tipografi judul begitu dramatis, dinamis, ekspresif (menampilkan semangat pergolakan, petualangan). keseluruhan cover tentu digarap oleh komikusnya sendiri. Ganes Th.

Komik Si Buta, edisi cetak ulang. lay out oleh desainer masa kini, dengan mengkolase adegan-adegan komik dibagian isi, Tipografi masih tampak dramatis, namun desainer tidak berani menampilkan komposisi yang ekspresif, hanya lay out yang datar.

Komik Si Buta, edisi re-mastered. lay out oleh desainer masa kini, dengan mengkolase tokoh-tokoh komik, secara kaku dan terlalu simetris, pemilihan warna-warna dasar membuat karakter kehilangan "ke-SANGAR-annya". Tipografi hanya mengambil dari katalog font, dan hanya sedikit sekali semangat petualangannya.

Perhatikan poster film Si Buta, secara komposisi memang begitu riuh, penuh, karena prinsip lay out pada masa itu memang masih sederhana saja, "asal tulisan jelas dibaca dari jarak sekian", namun Tipografi berusaha ditampilkan secara lukis, demi mempertahankan semangat ekspresi gejolak para tokoh dan mendukung adegan-adegan tarung yang menggemparkan dunia persilatan.


Salam komik.
Septa Miyosa

Tidak ada komentar: